Minggu, 01 Desember 2013

Sakitnya Tak Mematikan Asanya



          Apalah arti sebuah cinta bagi seseorang wanita yang mempunyai penyakit. Baginya, cinta menguatkannya saat wanita itu mulai lemah, jatuh, dan tak berarti. Dia sadar bahwa kehadiran seseorang muncul secara sekonyong – konyong, yaitu pada saat dia membutuhkan seseorang yang mampu menegarkannya. Laki – Laki itu hadir di tengah padang kegersangan. Dia menemukannya di antara berjuta mata yang akan berharap kesembuhan.
          Mungkin cinta itu hadir tak tepat waktu bagi dirinya. Namun, cinta yang dirasakan bukanlah sebuah cinta picisan, melainkan cinta yang tulus dari dasar hatinya, walaupun mungkin terasa cepat untuk memutuskan itu. Sebagai pertemuan yang tak pernah diduga, dia meliahatnya di pintu baja itu. Matanya berbinar, penuh energi. Wanita itu dan ayahnya berhijrah ke Jakarta dari tanah kelahirannya “Palembang”.
          Bukan pula sekedar menghabiskan liburan, melainkan demi tujuan untuk mencari kesembuhan. Hidupnya berubah drastis ketika dokter mendiagnosis dirinya “GCT ( Giant Cell Tumor ), yaitu tumor tulang jinak yang menghancurkan tulang. Penyait itu menyerang dirinya saat ia berusia 16 tahun, umur yang masih belia. Serangkaian operasi harus ia jalani berkali – kali. Tidak hanya itu, tiap kali menjalani operasi, selalu diserati dengan masalah yang tambah rumit bagaikan benang kusut.
          Bayangkan, dirinya juga terkena masalah infeksi yang terjadi terus – menerus di lutut kakinya. Hingga hamper lima tahun, ia belum kunjung sembuh. Ditemui pria yang terlihat cukup sebaya dengannya. Pria itu hamper dalam keadaan persis dengan dirinya. Biasanya pria itu akan memilih duduk menunggu di samping rolling door. Mata pria tersebut selalu tertuju pada telepon genggamnya, sedikit sekali pria itu mengalihkan pandangan keluar.
          Sementara wanita itu akan selalu duduk menunggu tepat di depan pintu konsultasi. Yah! Disitulah sebagai pertemuan dan perkenalan mereka. Hanya sekali mereka beradu pandang, selebihnya mereka akan tertunduk ketika mata saling bertatap. Tak ada istimewah, bahkan tak sedikit pun ucapan berbasa basi yang perlu diingat sama sekali tak ada. Namun, pecayalah bahwa mata yang membuat mereka saling mengenal; bahwa mata yang membuat mereka saling berbicara; bahwa mata yang membuat ia merasa dekat dengannya.
          Matanya lincah penuh harap, tersimpan sebuah keinginan untuk terus berjuang demi kesembuhan. Begitu pun yang ia lakukan. Ia temui pria itu di poliklinik tersebut.Tak tersa waktu yang dihabiskan disana. Karena poliklinik bagian orthopedi hanya membuka konsultasi pada setiap seminggu sekali, tepatnya pada hari Selasa. Begitu pun pertemuan dengaannya yang jarang sekali bertemu. Bahkan, untuk dalam rentang waktu yang cukup lama, Ia tak bertemu dengannya disamping pintu baja itu.
Tak terasa, hampir satu tahun ia menjadi pengembara di Jakarta. Terhitung ia telah menjalani tiga kali operasi dalam satu tahun itu. Begitu berat operasi yang dirasaknnya. Akhirnya, ia kembali pulang ketanah kelahirannya, melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Sultan Mahmud Badaruddin II. Ia pulang dengan membawa harapan, ia pun bias sembuh sedia kala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar