Apalah
arti sebuah cinta bagi seseorang wanita yang mempunyai penyakit. Baginya, cinta
menguatkannya saat wanita itu mulai lemah, jatuh, dan tak berarti. Dia sadar bahwa
kehadiran seseorang muncul secara sekonyong – konyong, yaitu pada saat dia membutuhkan
seseorang yang mampu menegarkannya. Laki – Laki itu hadir di tengah padang kegersangan.
Dia menemukannya di antara berjuta mata yang akan berharap kesembuhan.
Mungkin
cinta itu hadir tak tepat waktu bagi dirinya. Namun, cinta yang dirasakan bukanlah
sebuah cinta picisan, melainkan cinta yang tulus dari dasar hatinya, walaupun mungkin
terasa cepat untuk memutuskan itu. Sebagai pertemuan yang tak pernah diduga,
dia meliahatnya di pintu baja itu. Matanya berbinar, penuh energi. Wanita itu dan
ayahnya berhijrah ke Jakarta dari tanah kelahirannya “Palembang”.
Bukan
pula sekedar menghabiskan liburan, melainkan demi tujuan untuk mencari kesembuhan.
Hidupnya berubah drastis ketika dokter mendiagnosis dirinya “GCT ( Giant Cell
Tumor ), yaitu tumor tulang jinak yang menghancurkan tulang. Penyait itu menyerang
dirinya saat ia berusia 16 tahun, umur yang masih belia. Serangkaian operasi harus
ia jalani berkali – kali. Tidak hanya itu, tiap kali menjalani operasi, selalu diserati
dengan masalah yang tambah rumit bagaikan benang kusut.
Bayangkan,
dirinya juga terkena masalah infeksi yang terjadi terus – menerus di lutut kakinya.
Hingga hamper lima tahun, ia belum kunjung sembuh. Ditemui pria yang terlihat cukup
sebaya dengannya. Pria itu hamper dalam keadaan persis dengan dirinya. Biasanya
pria itu akan memilih duduk menunggu di samping rolling door. Mata pria tersebut
selalu tertuju pada telepon genggamnya, sedikit sekali pria itu mengalihkan pandangan
keluar.
Sementara
wanita itu akan selalu duduk menunggu tepat di depan pintu konsultasi. Yah!
Disitulah sebagai pertemuan dan perkenalan mereka. Hanya sekali mereka beradu pandang,
selebihnya mereka akan tertunduk ketika mata saling bertatap. Tak ada
istimewah, bahkan tak sedikit pun ucapan berbasa basi yang perlu diingat sama sekali
tak ada. Namun, pecayalah bahwa mata yang membuat mereka saling mengenal; bahwa
mata yang membuat mereka saling berbicara; bahwa mata yang membuat ia merasa dekat
dengannya.
Matanya
lincah penuh harap, tersimpan sebuah keinginan untuk terus berjuang demi kesembuhan.
Begitu pun yang ia lakukan. Ia temui pria itu di poliklinik tersebut.Tak tersa waktu
yang dihabiskan disana. Karena poliklinik bagian orthopedi hanya membuka konsultasi
pada setiap seminggu sekali, tepatnya pada hari Selasa. Begitu pun pertemuan dengaannya
yang jarang sekali bertemu. Bahkan, untuk dalam rentang waktu yang cukup lama,
Ia tak bertemu dengannya disamping pintu baja itu.
Tak terasa, hampir satu tahun ia menjadi pengembara
di Jakarta. Terhitung ia telah menjalani tiga kali operasi dalam satu tahun itu.
Begitu berat operasi yang dirasaknnya. Akhirnya, ia kembali pulang ketanah kelahirannya,
melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Sultan Mahmud Badaruddin II. Ia pulang dengan
membawa harapan, ia pun bias sembuh sedia kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar