Dia
suadah ku katakana sebagai masa laluku. Seorang yang pernah singgah dan meniggalkan
bekas dalam hatiku. Tapi, mengapa ada sebentuk
perasaan yang sering bermunculan dibenakku setiap kali bayangan wajahnya muncul.
Apakah aku masih mencintainya? Hampir sering aku inget dia. Terlebih jika aku lewat
di sampingrumahnya.Di tempatitu, dulu, dirikudandiaseringbertemu.Melihatmatanya
yang begitu indah dan senyumnya yang sangat manis itu membuat aku tidak mau jauh
darinya. Di saat aku melamun tiba – tiba sebuah motor menyelip sembrono.
“Astaghfirullah!”,
tak henti aku mengucap istighfar hingga reda degup jantung yang tadi memburu.
Seperti baru saja pingsan, aku baru sadar kalau diriku baru melewati samping rumahnya
yang mengingatkanku ketika bersamanya. Ah, aku jadi teringat dia lagi. Ini sudah
kesekian kalinya. Wajahnya selalu hadir tanpa ku undang. Janji yang dulu pernah
ada, enam bulan yang ku tunggu kabar dari dirinya. Janjinya akan pulang dan menemui
aku ketika dia lulus dari pondok pesantren. Ternyata dia malah pergi bersama laki
– laki lain yang tak pernah aku kenal selama aku berhubungan dengannya.
Aku
melihat mereka berpegangan dan berpelukkan mesra ketika sedang berada diatas
motor yang mereka kendarai. Apa aku tak cemburu keetika melihat dia bersama laki
– laki lain? Oh, tentu saja iya. Bahkan dibumbui dengan sakit hati dan merasa dicampakkan
menyatu dalam hati dan jiwa ini. Aku galau. Walaupun aku tahu dan sadar betul,
galau pun tak ada gunanya. Apakah dengan galau dia akan kembali padaku? Akan
tetapi, di sisi lain, aku masih berharap yang aku lihat tadi tak benar. Aku belum
tahu langsung dari dia. Jika dia berkata sendiri maka aku akan melepasnya.
Perlahan,
aku menenangkan hatiku sendiri. Tak lama kemudian aku menelepon dia, aku ingin tahu
apakah yang aku laihat tadi itu kenyataan apa tidak? Dan setelah ku telepon dia
ternyata yang ku lihat tadi memang benar kenyataan, dia cerita sendiri kepadaku
bahwa dirinya tadi memang habis jalan dengan laki – laki lain yang sudah menjadi
kekasihnya selama satu bulan ini. “Kenapa si kamu tidak member tahu aku kalu kamu
sudah memiliki seorang kekasih? Jahat kamu, aku menantimu hingga saat ini,
karena aku ingat janji kita. Dan, apa kamu lupa, ketika pertama kali kita kencan
di pinggir pantai. Kamu ingat?!”.
“Ya,
aku ingat, Tapi semua itu sudah berlalu”. “Apa! Bagimu itu gampang kau jadikan sesuatu
yang berlalu begitu saja? Yasudah mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur,
aku tidak maumempermasalahkan ini lagi, dan aku sudah ikhlas melepaskanmu untuk
laki – laki lain kalau itu membuatmu bahagia.
“Ma’afkan akuy a, aku tahu aku telah bersalah sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi, laki – laki itu terlalu baik buataku jadi aku terima cintanya dia”.
“Iya kamu sudah aku ma’afkan, walaupun hati ini masih teriris tapi aku sudah mengikhlaskanmu”.
“Ma’afkan akuy a, aku tahu aku telah bersalah sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi, laki – laki itu terlalu baik buataku jadi aku terima cintanya dia”.
“Iya kamu sudah aku ma’afkan, walaupun hati ini masih teriris tapi aku sudah mengikhlaskanmu”.
Lalu
aku matikan teleponnya, ku hapus nomor teleponnya karena aku tidak mau merusak hubungan
mereka yang sudah mereka bina. Dan hingga saat ini aku sudah melupakan dia walaupun
wajahnya masih terlintas dalam pikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar