Sabtu, 15 Maret 2014

Biar Ku Pendam Perasaan Ini

          Waktu itu aku masih SMP, aku mengenalnya di suatu sore di kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Aku hanya diam memperhatikan sikapnya. Ingin aku tau namanya, tapi malu. Entah kenapa rasa malu itu begitu kuat, padahal hampir semua temanku sepakat kalau aku bukanlah pemalu ataupun pendiam. Karena malu itu, akupun talkless, dan membiarkan teman –temanku yang mendekati dia. Dari mereka aku tau namanya, dan aku tau sedikit karakternya. Dia baik, supel, senang bercanda. Dia tergolong cewek manis, putih, dan banyak yang mengidolakan. Dari teman seangkatan, adik kelas, maupun beda sekolah.
          Tetapi dia belum menemukan yang cocok. Berulang kali dia menjalin hubungan dengan cowok yang menyukainya, tetapi dalam waktu dekat dia memutuskan hubungan. Entah kenapa. Dan aku? Sebagai penonton dan pendengar. Ya, aku akui, aku pun seperti mereka yang mengaguminya. Meski hanya dalam hati, tanpa pernah terungkapkan. Karena ku sadar, aku bukan siapa-siapa. Aku takut, ketika aku mengungkapkan rasa sukaku padanya, kemudian dia menolak lalu saling menjaga jarak. Ataupun seandainya dia pun menyukaiku, lalu kami menjalin hubungan dan ada suatu permasalahan yang mengharuskan kami putus, lalu saling menjaga jarak.
           Tidak, aku tidak ingin terjadi seperti itu. Maka, kupilih memendam saja rasa ini dan tetap berteman biasa. Karena bagiku, tidak ada istilah putus untuk berteman. Tidak ada kemungkinan menjaga jarak bagi hubungan pertemanan. Waktu-waktu yang kulalui saat bersamaanya sungguh mengesankan. Meski mungkin bagi dia itu sutu hal yang biasa tanpa kesan apapun. Belajar, bercanda, saling tukar pikiran. Masih tersimpan di memori otak. Ketika dalam diam aku memandangnya, tanpa pernah dia sadar. Ketika coba ku pancarkan sinyal positif padanya, tapi segera aku tarik dan alihkan ke yang lain. Sungguh aku takut sampai dia menangkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar